Lose Navigation Part II (LESS SORE Vs FUTSAL II)
Satu
lagi, aku cinta sama kelas ku XII IPA,
anak-anaknya perhatian semua. Aku bergegas pake seragam putih abu-abu, sepatu,
buku tanpa tas, itu uda atribut sekolah sehari-hariku. Kunci motorku manaaa
??????...aduh, gaaaaassssssss. Di depan gerbang sekolah “ Ren, aku di depan
gerbang, guru nya udah
di kelas gak ?,” “
Motor cha di luar aja
dulu, ntar suruh
veri yg bawa ke prkir, lewat tembok samping ya, ntar
manjat, aku jemput.” Huft akhirnya aku bisa masuk ke kelas, sewaktu gurunya keluar sebentar.
“ ee Chaca, ibuk ini bukan bidadari sepanjang abad lagi uda dinobatkan sama bupati jadi peri kantin dunia akhirat “ ups ternyata bunda kami tidak mau kalah juga. Aku dan pasukan turboku sangat akrab dengan ibu kantin, yaa saking akrabnya kami memanggil beliau bunda.
sumber gambar google dan edit |
“ Cha tadi Buk Yani pesan, kamu
disuruh keruang BK menghadap Pak Mughni “. Aku bertanya pada diri sendiri, ada
apa, ada apa, dan ada apa. Tok tok tok
“ Assalamualaikum pak, katanya saya disuruh kesini “ Sahutan belum aku dengar, wajah itu sangar sekali, seolah siap menerkamku, tak ada senyum yang ku lihat dibibirnya, oo mungkin gayaku kurang menarik. Oke aku keluar bentar ganti style. “ Woii pak, apa kabar, hmm katanya aku dipanggil bapak, ada apa ya ? mau bagi-bagi honor yaaa ? “ uuupsss wajah itu semakin mengganas, darahnya mulai muncul dipermukaan, merah seperti api yang berkobar, ya layaknya seperti api unggun pramuka.
“ Assalamualaikum pak, katanya saya disuruh kesini “ Sahutan belum aku dengar, wajah itu sangar sekali, seolah siap menerkamku, tak ada senyum yang ku lihat dibibirnya, oo mungkin gayaku kurang menarik. Oke aku keluar bentar ganti style. “ Woii pak, apa kabar, hmm katanya aku dipanggil bapak, ada apa ya ? mau bagi-bagi honor yaaa ? “ uuupsss wajah itu semakin mengganas, darahnya mulai muncul dipermukaan, merah seperti api yang berkobar, ya layaknya seperti api unggun pramuka.
“ Waalaikumsalam, duduk dan ambil
tissue “, aku duduk dengan tubuh yang kaku, gemetaran, dan heran sembari
melafal kembali kata DUDUK DAN AMBIL TISSUE, aku berfikir sejenak musyawarah
dengan akal dan pikiranku untuk mencari mufakat. Oh My God, habis dah aku hari
ini, bakalan butuh ember yang banyak karena akan ada air mancur yang deras. Dan
butuh handuk yang banyak, karena aku yakin tissue gak bakal mampu membantuku.
Kata sambutan diawali langsung
dengan nada tinggi “ Kamu itu cewek, heran kenapa orangtua kamu menaruh banyak
harapan sama anak seperti kamu. Disana orangtua kamu mungkin saat ini tidak
dirumah, sedang berkotor-kotoran di ladang,
sedang bermandi keringat di kebun,
dengan semangat bekerja karena kamu. Kamu, disini, apa yang bisa kamu lakukan
buat mereka ?, naaak, bapak tu udah capek tiap hari dengar berita terkini ulah
kamu selalu. Bapak ngomong seperti ini karena kamu sudah bapak anggap anak
bapak, kamu dan genk kamu itu bapak berharap bisa memberi kebanggaan, jadi
tolong, bapak benar-benar minta tolong dengan teramat sangat, rubahlah cara yang
gak benar itu, kalian uda besar. Ingat orang tua, orang-orang disekeliling
kita, apa kita tega menyakiti mereka yang terlanjur membanggakan anak-anaknya.”
Ceramah agama pun masih berlangsung sekian jam, dengan kata-kata yang sangat
tersadis lagi per untaiannya, semakin berlalu detik, menit, dan jam semakin
tinggi nada yang dikeluarkan, semakin sadis kata yang terlontar, semakin
tergugah hati ini. Dan tak tersadar tissue dimeja pak Mughni ludes.
Setelah itu, aku langsung menemui
Buk Yani sesuai amanat Pak Mughni aku disuruh minta maaf, karena beliau wali
kelasku. Dengan wajah yang mengiba aku menuju ruang Buk Yani, dari kejauhan aku
sudah melihat wajahnya, dan beliau juga sudah menatapku. Tapi, beliau balik
menatapku seolah menahan kelucuan yang tak terbendung, sampainya diruang
tersebut, hanya satu kalimat yang aku dapatkan “ Itu pelajaran buat kamu,
sebenarnya sudah ibu maafkan “. Ya Allah, aku benar-benar tidak bisa berkata
apa-apa lagi, yang aku ketahui mereka sayang aku.
Teng.. teeeeng. Anak-anak dikelas pada ribut, yang tadinya
cemberut, senyum tak berkesudahan, seperti bebas dari tahanan yang kejam, “ Cha ke kantin
yuk “, duluan aja bro.
Pasukan turbo memasuki kantin. “
ibuuuuuuuuuuuuuuuukkkkkkkk” Say dengan suara khas nya. “ bakso tanpa mie, plus
fosil-fosil ayam, anggur merah ” pesanan abadi sampai lulus. “ nasgor
bundaaaaa, om aku jus mineral saja “ Lycha tak mau kalah. “ woii, woi, woiiii..
cuiii minggri eh minggir artis lewat “ aku pun juga beraksi dong. “ bidadari
kantin sepanjang abad, aku biasa nasgor spesial, susu coklat dingin “.
“ ee Chaca, ibuk ini bukan bidadari sepanjang abad lagi uda dinobatkan sama bupati jadi peri kantin dunia akhirat “ ups ternyata bunda kami tidak mau kalah juga. Aku dan pasukan turboku sangat akrab dengan ibu kantin, yaa saking akrabnya kami memanggil beliau bunda.
“ tiga bakso.. empat nasgor..
satu emmie.. satu susu dingin.. enam es teh.. satu jus mineral.. lima kerupuk..
tiga goreng ” Ren mulai berhitung. “ cuii apa lagi ?” Didepan bunda yang
tertawa kecil melihat Ren yang sepertinya bakalan traktir pasukan. “
pangeraaaannn “ Say tiba-tiba berteriak kegirangan. “ us us uuus, diam pangeran
masuk kantin “ Say menunjuk-nunjuk pintu kantin. “ ih wauuu, andaikan “ Nayla
mulai berandai-andai.
“ Ternyata masi ada ya guru setampan
pangeran az .“ Suara Nurel malah terdengar seperti mengeluh. “ jelllaaas,, udah
tinggi, kulitnya putih, rambut ikalnya hitam mengkilat, matanya kecoklatan,
keren abis deh pangeran az.” Pujian bersambut dari Uut.
“ Pangeran az ke sini ! “
Bersambung….
write by : Annisa
No comments:
Post a Comment